Penggunaan Hak Veto oleh Rusia dan Cina terhadap Kasus Suriah

(written by : Wibisana, Meilinda, Talitha, Mirra, and Ardhani)

Konflik Suriah adalah perluasan dari konflik-konflik seragam yang sedang terjadi di timur tengah atau biasa kita ketahui sebagai Arab Spring. Protes diawali dengan pembakaran diri seorang penduduk suriah yaitu Hasan Ali Akleh pada tanggal 26 Januari 2011 yang terinspirasi dari kasus pembakaran diri Mohammed Bouazizi di Tunisia yang juga pada akhirnya memulai revolusi yang sama di Tunisia. Menyusul aksi bakar diri itu, diadakanlah demonstrasi di malam hari bertempat di Al-Raqqah pada tanggal 28 Januari 2011. Demonstrasi ini juga merupakan respon bagi kematian 2 tentara keturunan Kurdish pada tanggal 12 Januari 2011. Pembunuhan 2 anggota People’s Confederation of Western Kurdista – KCK ini lalu melecutkan ide “a day of rage” yang disebar-luaskan melalui media sosial seperti Facebook dan Twitter. Memang ide ini mendapat respon dengan diadakannya aksi demo di Al-Hasakah yang menuntut penghentian Rezim Al-Assad. Namun aksi demo ini dibubarkan oleh tentara suriah dan mengakibatkan ditahannya beberapa demonstran.

Aksi-aksi demo-pun mulai bermunculan di suriah, rakyat suriah mulai menyuarakan tuntutannya untuk menghentikan rezim Bashar Al-Assad. Pada 6 Maret 2011, majalah Time menyarankan secara implisit untuk eskalasi gerakan revolusi dalam artikelnya yang berjudul “The Youth of Syria : The Rebels Are on Pause”.[1] Pada 25 Maret 2011, sekitar 100.000 orang berpawai di kota Daraa, dan 20 orang demonstran terbunuh pada pawai itu.  Bentrokan antara demonstran dan tentara Suriah pun semakin sering terjadi. Pemerintah Suriah pun tak segan untuk menggunakan senjata api bahkan tank untuk merepresi rakyat dan membungkam gerakan protes tersebut. Aksi represi ini dulu merupakan cara yang efektif untuk membungkam rakyat Suriah. Namun kini hal ini hanya memicu terjadinya demonstrasi-demonstrasi lain yang lebih dahsyat. Pemerintahan Suriah mulai jatuh ditangan rakyatnya.

Aksi protes ini menuntut penghentian Rezim Bashar Al-Assad yang dianggap sebagai diktator, diterapkannnya sistem multipartai, dan juga kebebasan yang lebih bagi rakyat, dan juga pemberhentian undang-undang darurat yang telah diterapkan sejak 1963. Meski telah dilakukan upaya-upaya reformasi oleh Bashar Al-Assad, namun itu dianggap tidak cukup dan terlambat. Kini rakyat Suriah hanya menginginkan penggulungan rezim Bashar Al-Assad dan pengangkatan pemerintah yang sama sekali baru berdasarkan pemilu yang demokratis.

Menanggapi hal ini, masyarakat internasional, khususnya PBB, tidak tinggal diam. Mereka memberikan respons tanggap terhadap konflik internal yang terjadi di Suriah. Tindakan Presiden Suriah Bashar al-Assad menyerang oposisinya dianggap sebagai kejahatan yang harus dihentikan. Dewan keamanan mengecam tindakan tersebut berulang kali dan menghimbau al-Assad untuk menghentikan serangan pada rakyat pro-demokrasi.

Dewan keamanan sendiri telah melakukan pertemuan yang membahas masalah ini. Selain Dewan Keamanan, Liga Arab juga berinisiatif untuk menghentikan krisis di Suriah dengan mengeluarkan resolusi. Resolusi Liga Arab ini didukung oleh Dewan Keamanan.  Resolusi tersebut mencerminkan kecaman terhadap segala bentuk kejahatan yang telah dilakukan oleh rezim Al-Assad pada rakyatnya. Kecaman mereka beralasan bahwa Suriah melakukan kekerasan yang berkaitan dengan hak asasi manusia dan kepada penduduk sipil[2].

Di sisi lain, teks kecaman Dewan Keamanan menyoroti otoritas Suriah untuk menghormati HAM dan tunduk pada hukum internasional dapat diartikan bahwa kekuasaan untuk menghentikan serangan atau melanjutkan serangan ada ditangan pemerintah Suriah sendiri dan seolah-olah hal ini didukung oleh Russia dan China. Rusia dan China juga mengatakan sebaliknya bahwa kekerasan yang dilakukan oleh para demonstran terhadap aparat pemerintah Suriah juga patut dikecam.

Presiden Al-Assad pernah berjanji akan menggelar pemilu[3]. Memang hal ini bukan hal yang baru, namun Dewan Keamanan kembali menyoroti hal ini. Dewan Keamanan memperingatkan presiden untuk memegang janjinya. AS adalah salah satu negara yang tidak percaya pada janji Al-Assad[4]. AS justru memikirkan bagaimana memberikan bantuan senjata pada kubu oposisi seperti kata Senator AS John McCain dan sebagai bentuk protes terhadap Suriah AS menutup Kedubesnya.

Banyaknya korban yang jatuh di Suriah menimbulkan banyak pro-kontra di dalam Dewan Keamanan sendiri. Negara-negara diluar Suriah mulai menunjukan keterlibatannya dalam konflik ini. Rusia memilih untuk mendukung pemerintahan Suriah. Melalui menlunya, Sergej Lavrov, mereka mengingatkan bahwa oposisi yang dihadapi Suriah bukanlah rakyat sipil tanpa senjata melainkan kelompok bersenjata seperti Al-Qaeda.[5] Intinya Rusia berkaca pada pengalaman, tidak setuju pada intervensi barat seperti pada kasus-kasus lainnya. AS dengan alasan kemanusiaan menyatakan akan berusaha membantu mengakhiri konflik Suriah, tentu saja melalui jalur militer[6], namun hal ini masih merupakan ‘isu’. Banyak desakan muncul dari kongres AS pada Obama untuk segera mengerahkan kekuatannya karena melihat ribuan korban yang jatuh dan banyaknya senjata militer yang digunakan pemerintah Suriah.

Tindakan Dewan Keamanan dalam menyelesaikan konflik di Suriah selalu mengalami konflik internal, terutama pada anggota tetapnya. Jalan buntu sering ditemui pada perundingan, dan bila resolusi akan dikeluarkan (rencana resolusi terakhir soal dukungan penuh terhadap Liga Arab[7]) selalu ada bayangan veto. Walaupun dibayang-bayangi oleh veto dari resolusi yang dicanangkan oleh Dewan Keamanan PBB,  dikeluarkannya resolusi Dewan Keamanan PBB pada Februari 2012 merupakan salah satu bentuk dukungan dari upaya penyelesaian konflik yang dicanangkan oleh Liga Arab mengenai penggabungan pasukan pemelihara perdamaian Arab-PBB.[8] Resolusi yang mengarah kepada upaya perdamaian ini berisikan tentang tuntutan pemerintahan Suriah agar segera memberhentikan kekerasan yang telah memakan banyak korban jiwa setiap harinya akibat kekerasan yang dilakukan kepada warga sipil Suriah. Selain itu, dalam resolusi ini juga diupayakan agar pemerintah Suriah mau membuka dialog politik yang memungkinkan tentang hak-hak warganya untuk mengekspresikan pendapat dibalik kebijakan otoriter yang selama ini dijalankan oleh pemerintahan Suriah.[9] Tindaklanjut mengenai penggantian kepemimpinan presiden Bashar al-Assad yang sudah berkuasa selama 11 tahun dan upaya atas pembebasan tahanan yang telah menyerukan reformasi di Suriah juga merupakan salah satu bagian dari isi resolusi yang dicanangkan oleh Dewan Keamanan PBB.

Mencapai perdamaian dan melindungi hak asasi manusia merupakan rumusan dari resolusi yang digagas oleh Dewan Keamanan PBB, mengingat terhitung kurang lebih 7500 korban jiwa akibat perang sipil antara rezim pemerintahan dan pihak oposisi.[10] Hal ini di dukung oleh desakan untuk PBB agar menurunkan tim khusus ke Suriah dalam rangka mendukung implementasi dari resolusi Dewan Keamanan PBB dan menjamin adanya gencatan senjata antara rezim pemerintahan dan oposisi.[11] Namun, dalam proses menuju pemberlakuan resolusi ini ditemukan banyak hambatan, sehingga resolusi ini tidak dapat diimplementasikan untuk menghentikan konflik yang terjadi di Suriah. Hal ini dikarenakan oleh syarat diberlakukannya sebuah resolusi dari Dewan Keamanan PBB adalah dengan memperoleh kesepakatan sekurang-kurangnya sembilan anggota tidak tetap dan harus disepakati oleh seluruh anggota tetap (Cina, Inggris, Rusia, Prancis, dan Amerika Serikat). Hal ini tertera dalam Piagam PBB Pasal 27 ayat 3. Kemudian dalam konflik Suriah, seperti yang telah dibahas sebelumnya, ditemukan kasus dimana Rusia dan Cina mengeluarkan hak vetonya, sehingga berdampak pada penyelesaian konflik Suriah yang terhambat karena dibatalkannya resolusi tersebut.  Lalu, apa alasan Rusia dan Cina memveto resolusi Dewan Keamanan PBB?

Sebagaimana kita ketahui, lima anggota tetap dalam Dewan Keamanan PBB memiliki hak istimewa yang disebut hak veto. Hak veto adalah hak untuk membatalkan keputusan, ketetapan, rancangan peraturan dan undang-undang atau resolusi. Hak ini tidak dimiliki oleh satupun anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Tentu saja keadaan ini menimbulkan pertanyaan mengapa hanya kelima negara itu saja yang memiliki hak veto. Dengan mudah kita akan menemukan jawaban bahwa hal tersebut disebabkan oleh predikat lima negara tersebut sebagai penggagas berdirinya PBB. Kelima negara besar dan pemenang perang itulah yang dianggap memikul tanggungjawab utama, yaitu yang berada dalam posisi menentukan perang atau damai di dunia pasca Perang Dunia Kedua.[12] Lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB dipandang sebagai negara dengan kekuasaan utama ketika PBB didirikan, dan mereka diberikan hak veto berdasarkan pandangan bahwa jika negara dengan kekuasaan besar tidak diberikan posisi istimewa, PBB tidak akan bekerja.[13]

Dalam kasus Suriah, resolusi yang telah dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB diveto oleh dua negara, yaitu Rusia dan Cina. Dalam hal ini, kita bisa menganalisis veto tersebut dari segi power. Power sendiri  kita pahami sebagai kemampuan sebuah pihak untuk memengaruhi ataupun membuat pihak lain untuk melakukan sebuah tindakan yang pihak tersebut inginkan. Sebagai anggota tetap dewan keamanan PBB, power yang dimiliki oleh Cina dan Rusia tidak bisa dipandang sebelah mata.

Rusia dan Cina menggunakan posisi mereka di dalam Dewan Keamanan PBB untuk memengaruhi jalannya hubungan antarnegara. Sebagaimana telah disebutkan, salah satunya adalah kemampuan mereka untuk menetukan perdamaian dan peperangan. Dalam hal ini, hak veto menjadi instrument utama untuk mewujudkan power dari dua negara yang berbatasan langsung itu. Melalui veto yang mereka berikan terhadap resolusi ini, keduanya telah mencegah terjadinya perang antara Amerika Serikat dan sekutunya dengan Suriah.

Di sini kita harus tetap memberikan atensi pada kebijakan kedua negara tersebut untuk mengeluarkan hak veto. Semua kebijakan yang dikeluarkan oleh sebuah negara pasti memiliki tujuan tertentu. Terlebih lagi jika kebijakan itu adalah kebijakan luar negeri yang memiliki efek tidak hanya bagi negara yang bersangkutan, namun juga negara yang lain sebagaimana terjadi dalam kasus ini.  Padahal, jika kita mau memandangnya dengan jernih,  terlepas dari pertanyaan apakah munculnya demonstrasi anti pemerintah ini diciptakan atau tidak oleh Amerika, gejolak politik terus berlangsung sampai kini dengan korban yang semakin banyak.[14] Seharusnya, dengan mempertimbangkan aspek kemanusiaan, resolusi itu juga disetujui oleh Rusia dan Cina. Ibarat pepatah barat, there is no free lunch, begitulah yang sekiranya terjadi dalam kebijakan veto terhadap resolusi PBB ini.

Jika kita menganalisis permasalahan ini dengan perspektif realis, kita akan menemukan indikasi bahwa Rusia dan Cina sedang berupaya mengamankan national interest-nya. Dalam hal ini, mereka berupaya sekuat tenaga memaksimalkan segala potensi yang mereka miliki untuk menjaga kepentingannya atas Suriah. Berkaitan dengan itu, potensi terpenting yang mereka maksimalkan adalah kedudukan mereka sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB sekaligus sebagai pemegang hak veto. Di sini timbul pertanyaan, apa national interest dari kedua negara yang akan terganggu jika resolusi Dewan Keamanan PBB itu tidak dijalankan?

Bagi Rusia, Suriah memiliki nilai strategis secara militer dan politik maupun ekonomi.[15] Dua aspek tersebut tentu dipandang vital oleh Rusia. Dalam aspek militer dan politik, sekiranya ada tiga hal yang penulis dapat. Yang pertama adalah pangkalan militer Rusia yang terletak di Suriah. Pangkalan militer Rusia (dulu Uni Soviet) sudah dibangun di kota pelabuhan Tartus sejak tahun 1963.[16]  Pada kenyataannya, itu adalah satu-satunya pangkalan militer Rusia di luar teritorinya.[17] Apalagi semenjak runtuhnya Uni Soviet dan komunismenya.

Di samping itu, setelah penasihat militer Uni Soviet diusir dari Mesir pada tahun 1972, Uni Soviet semakin  mengandalkan Suriah yang diperintah partai sosialis Baath untuk memperkuat pengaruhnya di Timur Tengah. [18] Suriah adalah satu-satunya teman baik Rusia di kawasan tersebut.  Letak geografis Suriah yang berbatasan langsung dengan Israel, Lebanon, Iraq, Turki serta cukup dekat dengan Arab Saudi merupakan posisi yang sangat strategis terhadap politik Moskow di Timur Tengah.  Sudah menjadi rahasia umum bahwa negara-negara tersebut memiliki kedekatan dengan Washington. Tentu saja Rusia tidak ingin kehilangan hegemoninya di Timur Tengah.  Jika resolusi DK PBB ini dijalankan, hampir dipastikan kuku-kuku kekuasaan Amerika Serikat akan menancap di negeri itu sebagaimana terjadi di Iraq. Rusia menginginkan adanya perimbangan kekuatan di wilayah yang sarat konflik itu.

Dalam bidang ekonomi, tidak bisa dipungkiri hubungan dagang antara dua negara itu cukup signifikan. Tercatat nilai perdagangan antara mereka mencapai 2 Milliar USD.  Bahkan pada 2005 menghapuskan 75 % utang Suriah ke Rusia.  Tentu itu bukanlah jumlah yang sedikit.  Di samping itu, Rusia dan Suriah Januari  lalu berhasil mencapai kesepakatan untuk menyuplai Suriah dengan 130 pesawat jet tempur tipe Yak-130 dengan nilai kontrak 550 juta dollar AS dan kontrak bisnis peralatan militer lainnya senilai 700 juta dollar AS.[19] Suriahpun menjadi negara yang masuk tujuh besar pasar senjata Rusia.[20]

Suriah juga tak kalah penting bagi China. Hubungan antara kedua negara tersebut lebih  cenderung pada sektor perdagangan. Bahkan China dan Suriah telah memulai hubungan dagangnya sejak dulu, di mana Damaskus adalah salah satu rute Jalur Sutra yang terkenal.[21]  Menurut data dari Economy Watch, pada 2010 Cina adalah negara pengimpor kedua terbesar bagi Suriah setelah Arab Saudi. Tercatat nilai impor Suriah terhadap China adalah 1,4 Miliar USD. Sudah barang tentu itu bukanlah jumlah yang bisa dianggap remeh. Suriah telah dianggap Cina sebagai mitra yang baik bagi tujuan mereka untuk meningkatkan ekspornya ke Timur Tengah, dimana mereka menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik dari tahun ke tahun. Meskipun begitu, kita tidak bisa mengesampingkan faktor ekonomi dalam kepentingan Cina dan Suriah. Di sini, mereka sepakat untuk saling menghormati dan mendukung kebijakan politik masing-masing negara sebagaimana Suriah mendukung Cina dalam permasalahan Taiwan.

Disisi lain, tiga negara anggota tetap lainnya, yaitu Amerika, Inggris, dan Prancis memiliki perspektif yang berbeda dalam menanggapi konflik Suriah. Ketiga negara itu secara umum menyepakati bahwa tindakan kekerasan di Suriah harus segera dihentikan. Presiden Suriah sekarang, Bashar Al Assad, harus mundur demi mengakhiri korban-korban yang nyawanya melayang.

Amerika adalah negara yang terang-terangan melawan sikap Rusia dan Cina dalam hal ini. Menurut menteri luar negeri AS, Hillary Clinton, sikap Rusia dan Cina dianggap sebagai sebuah parodi. Bahkan, Duta Besar AS untuk PBB, Susan Rice, lebih frontal mengatakan, “Saya jijik melihat sikap Rusia dan China. Mereka bertanggung jawab atas setiap pertumpahan darah yang terjadi juga atas setiap darah yang mengalir.”[22] Obama bahkan menyediakan sesi khusus membicarakan soal Suriah dengan David Cameron dan memberikan taklimat,yang disiarkan ke seluruh dunia,melalui gedung putih.[23]

Amerika tetap mengedepankan soal diplomasi dalam menghadapi konflik Suriah. Hillary meminta dunia internasional agar membujuk Rusia dan Cina mengubah kebijakan mereka. Amerika pun akhirnya menggunakan cara lain yaitu mengalokasikan dana USD 12 juta untuk bantuan kemanusiaan dan akses bagi warga Suriah yang membutuhkan. Setengah dari dana akan diberikan kepada UNHCR yakni sebanyak USD5,5 juta, USD3 juta Komite Palang Merah Internasional (ICRC), dan juga USD3 juta Program Pangan Dunia (WFP), dan USD1 juta melalui organisasi non-pemerintah.[24]

Bagi Prancis, negara Suriah yang ia dukung adalah kalangan oposisi. Satu sikap tegasnya, melalui menteri luar negerinya, Alain Juppe, yaitu adalah Prancis tidak memberikan bantuan senjata maupun dana pada kelompok oposisi. Hal ini dikarenakan adanya perpecahan di kelompok oposisi dan tekanan kelompok Assad sangat kuat di berbagai kota, sehingga apabila Prancis memberikan senjata ke beberapa fraksi, hal itu sama saja mengantarkan Suriah ke perang saudara.

Sedangkan bagi Inggris, sikap Rusia dan Cina itu sebagai sesuatu yang ‘tidak bisa dimengerti.’ William Hague, menteri luar negeri Inggris, menarik duta besar Inggris yang ada di Damaskus untuk situasi yang  benar-benar tidak dapat diterima yang menuntut respons bersatu dunia internasional. Inggris menganggap bahwa presiden Suriah harus segera memulihkan kredibilitas internasional dan dalam negeri. Jalan lain akan dieksplorasi lebih jauh seperti  melalui non PBB, yaitu meningkatkan kontak dengan oposisi dan mencari dukungan internasional.[25]

Dengan demikian, terdapat dua pandangan berbeda antara negara-negara anggota tetap. Tiga diantaranya pro-veto dan dua diantaranya kontra akan veto.  Disini, kita bisa memahami apa saja kepentingan Rusia dan Cina di Suriah. Kita bisa menyimpulkan bahwa jika sampai resolusi ini benar-benar dijalankan, tentu ini akan mengganggu kepentingan dari kedua negara besar tersebut. Rusia mungkin akan kehilangan satu-satunya pangkalan militer di luar teritorinya, hubungan perdagangan senjata antara mereka macet, dan mereka tidak lagi memiliki kawan baik di kawasan Timur Tengah untuk melawan hegemoni Amerika Serikat. Begitu pula dengan Cina. Hubungan yang dilandasi oleh ikatan historis yang cukup kuat ini berlangsung hingga saat ini. Nilai perdagangan antara keduanya juga cukup besar.  Tidak mengherankan jika Rusia dan China mengeluarkan hak vetonya jika melihat bagaimana hubungan kedua negara sebagaimana telah dipaparkan di atas. Lain halnya dengan Amerika, Prancis, dan Inggris yang benar-benar mengingin kan agar konflik ini segera diselesaikan dengan jalan damai karena hal ini berdampak pada berjalannya aktifitas diplomatik negara-negara tersebut di Suriah dan mengingat konflik perang saudara ini telah memakan ribuan nyawa warga sipil yang jelas sudah melanggar hak asasi manusia di dunia.


[1] R. Abouzeid, ‘The Youth of Syria: The Rebels Are on Pause’, Time World(online), 2012, <http://www.time.com/time/world/article/0,8599,2057454,00.html>, diakses pada 20 Maret 2012.

[2]Antaranews, ‘Dewan Keamanan PBB Kecam Penindasan  Suriah’, Antaranews(online), 2012, <http://www.antaranews.com/berita/270111/dewan-keamanan-pbb-kecam-penindasan-suriah>, diakses 17 Maret 2012.

[3] Internasional Kompas, ‘Assad Janji Gelar Referendum’, Kompas(online), 2012, <http://internasional.kompas.com/read/2012/01/11/02304849/Assad.Janji.Gelar.Referendum.Konstitusi>. diakses 17 Maret 2012.

[4] Sindonews, ‘AS Tak Percaya dengan Janji Assas’, Sindonews(online), 2012, <http://www.sindonews.com/read/2012/02/08/468/571634/as-tak-percaya-dengan-janji-assad>, diakses 17 Maret 2012 .

[5]A.Setiawan, ‘Dewan Keamanan Kembali Desak Resolusi Suriah’, DW(online), 2012 <http://www.dw.de/dw/article/0,,15805229,00.html>, diakses 17 Maret 2012.

[6] Internasional Okezone, ‘AS Persiapkan Aksi Militer Awal ke Suriah’, Okezone(online), 2012, <http://international.okezone.com/read/2012/03/08/414/589227/as-persiapkan-aksi-militer-awal-ke-suriah>, diakses 17 Maret 2012.

[7] Vivanews, ‘Rusia Siap Veto Resolusi PBB Soal Suriah’, Vivanews(online), 2012, <http://dunia.vivanews.com/news/read/284999-rusia-siap-veto-resolusi-pbb-soal-suriah>,  diakses 17 Maret 2012.

[8] Metrotvnews, ‘Suriah Tolak Resolusi Liga Arab’, Metrotvnews(online), 2012, <http://metrotvnews.com/read/news/2012/02/13/81779/Suriah-Tolak-Resolusi-Liga-Arab/7>, diakses 19 Maret 2012.

[9] Security Council, ‘Security Council fails to adopt draft resolution condemning Syria’s crackdown on anti-government protestors, owing to veto by Russian Federation, China’, United Nations (online), 2012, <http://www.un.org/News/Press/docs/2011/sc10403.doc.htm>, diakses 20 Maret 2012.

[10] Kompas, 1 Maret 2012, p. 9.

[11] Kantor Berita Rakyat, ‘Liga Arab Minta PBB Kirim Pasukan ke Suriah’, KBR68(online),2012, <http://www.kbr68h.com/berita/internasional/19471-liga-arab-minta-pbb-kirim-pasukan-ke-suriah>, diakses 20 Maret 2012.

[12] J. Soedjati Djiwandono,’Restrukturisasi Dewan Keamanan PBB?’, <http://www.unisosdem.org/kumtul_detail.php?aid=422&coid=3&caid=31&auid=2>, diakses pada 20 Maret 2012.

[13] J. Baylis, S. Smith, & P. Owens, The Globalization Of World Politics, Oxford University Press, New York, 2011, p.313.

[14] Ilien Halina,’Dewan Keamanan PBB dan Kemelut Suriah’,  IIS Comementaries, Yogyakarta, Februari 2012.

[15] Egidius Panisistik,’Hubungan Rusia-Suriah Amat Strategis’ <http://internasional.kompas.com/read/2012/02/13/08091460/Hubungan.Rusia-Suriah.Amat.Strategis>, diakses 20 Maret 2012.

[16] Egidius Panisistik,’Hubungan Rusia-Suriah Amat Strategis’, <http://internasional.kompas.com/read/2012/02/13/08091460/Hubungan.Rusia-Suriah.Amat.Strategis>, diakses  20 Maret 2012.

[17] Vladimir Isachenkov,’ Russia Supports Assad…’, < http://www.huffingtonpost.com/2012/01/29/russia-support-assad-syria_n_1240151.html>, diakses  20 Maret 2012.

[18] Egidius Panisistik,’Hubungan Rusia-Suriah Amat Strategis’, <http://internasional.kompas.com/read/2012/02/13/08091460/Hubungan.Rusia-Suriah.Amat.Strategis>, diakses 20 Maret 2012.

[19] Egidius Panisistik,’Hubungan Rusia-Suriah Amat Strategis’,<http://internasional.kompas.com/read/2012/02/13/08091460/Hubungan.Rusia-Suriah.Amat.Strategis>, diakses 20 Maret 2012.

[20] Dmitri Trenin,’Why Russia Supports Assad’,< http://www.nytimes.com/2012/02/10/opinion/why-russia-supports-assad.html>, diakses 20 Maret 2012

[21] Economic and Commercial Councellor’s Office of the Embassy of People’s Republic of China in The Syrian Arab Republic, ‘Brief Introduction of China-Syria Trade…’,< http://sy2.mofcom.gov.cn/aarticle/bilateralcooperation/inbrief/200412/20041200008533.html>, diakses 20 Maret 2012.

[22] Ferida,Khairisa, ‘Sikap Rusia dan Cina menjijikan’, Okezone(online), 2012, <http://international.okezone.com/read/2012/02/06/414/570045/as-sikap-rusia-dan-china-menjijikkan>, diakses 15 Maret 2012.

[23]San, ‘Cameron Temui Obama Bahas Nuklir Iran Suriah’, Sindonews(online), 2012, <http://www.sindonews.com/read/2012/03/14/468/592810/cameron-temui-obama-bahas-nuklir-iran-suriah>, diakses 16 Maret 2012.

[24] Sylvia,Yesi, ‘AS alokasikan anggaran untuk Suriah’, Sindonews(online), 2012, <http://www.sindonews.com/read/2012/03/16/468/594459/as-alokasikan-anggaran-untuk-suriah>, diakses 16 Maret 2012.

[25] Tellawi, Bassem, ‘Inggris dan AS Tarik Dubes untuk Suriah’, Tempo(online), 2012, <http://www.tempo.co/read/news/2012/02/07/115382227/Inggris-dan-AS-Tarik-Dubes-untuk-Suriah>, diakses 16 Maret 2012.

One comment

Leave a comment